Klaim Malaysia
atas blok konsesi Ambalat di Provinsi Kalimantan Timur lima tahun lalu dengan menggerakkan kapal
perangnya di sekitar Karang Unarang membuat marah petinggi TNI. Cilangkap
menganggap ini merupakan penghinaan teritorial NKRI terbesar sepanjang 40
tahun terakhir karena berkaitan dengan manuver kapal perang asing yang
melakukan provokasi terang-terangan sampai menyandera pekerja pembuatan
mercusuar Karang Unarang.
Mabes TNI kemudian melakukan operasi militer dan intelijen
dengan mengerahkan gugus tempur laut berupa kapal perang jenis fregat dan
korvet serta satuan tugas pasukan marinir ke lokasi Ambalat, Sebatik, Nunukan
dan Tarakan. TNI juga menempatkan sejumlah pesawat tempur di Balikpapan dan
Tarakan, kemudian mengusir tegas kapal perang Malaysia dari perairan Ambalat
sekaligus memastikan kehadiran permanen 5-6 kapal perang yang siap siaga 24 jam
dalam sehari di perairan itu.
Kondisi ini tentu bukan untuk hangat-hangat tahi ayam.
Petinggi TNI pasti tahu bahwa urusan klaim teritorial memerlukan waktu
penyelesaian bertahun-tahun dan selama waktu itu TNI harus terus melakukan
pengawasan penuh atas wilayah konflik perbatasan.
Dalam perjalanan waktu itu tentu saja pemikir strategis TNI
bersama Kementerian Pertahanan melakukan olah pikir dan olah daya sembari
menginventarisasi kekuatan alutsista yang dimiliki dan lalu dibandingkan dengan
kekuatan alutsista milik tetangga.
Sebagai negara kepulauan terbesar, tentu saja kekuatan
angkatan laut dan udara merupakan kekuatan pukul utama manakala negara dalam
keadaan diserang negara lain, baik skala terbatas maupun skala luas. Nah,
setelah dihitung-hitung dengan cermat, maka dimulailah program peremajaan
alutsista dengan membeli ke berbagai negara.
Beberapa jenis alutsista yang dibeli bisa disebut beli
murni, misalnya jet tempur Sukhoi, namun beberapa jenis lain dibeli dengan
metode ToT (transfer of technology), contohnya kapal perang jenis LPD dari
Korea Selatan.
Selama kurun waktu tahun 2007 sampai 2011 ini, berbagai
alutsista strategis sudah ada dalam genggaman TNI bersama perkuatan
personel. Bisa disebut 4 korvet Sigma buatan Belanda, 4 LPD (Landing
Platform Dock) kerja sama Korsel-PAL, integrasi sistem tempur dengan rudal
Yakhont pada KRI Fregat Ahmad Yani Class, pasang rudal C802 di sejumlah Kapal
Cepat Rudal, dan kerja sama pembuatan rudal C705 dengan China.
Kemudian overhaul Kapal Selam KRI Nanggala di Korsel
(bonusnya hibah 10 tank amfibi LVT-77 ), pembuatan puluhan kapal cepat rudal di
PAL dan galangan kapal nasional, pembuatan kapal perang jenis LST.
Tambahan 6 Sukhoi, 17 tank amfibi BMP-3F sudah memasuki pangkalan arsenal TNI,
juga instalasi radar militer di Indonesia Timur yaitu di Biak, Merauke, Timika
dan Saumlaki.
Langkah Berani
Saat ini, TNI juga sedang mempersiapkan pembentukan skuadron
UAV di Pontianak dan Pekan Baru, menunggu kedatangan 16 Super Tucano, menanti
kedatangan 16 jet latih / tempur T-50 dari Korsel dan menambah kembali pesanan
6 Sukhoi untuk melengkapi jumlah yang ada saat ini, yaitu 10 unit, menjadi kekuatan
penuh satu skuadron (16 unit).
Yang menggembirakan tentu saja adanya hibah 30 unit F16 blok
32 dari Amerika Serikat yang sudah disetujui, kemudian melakukan upgrade
8 Hercules, pesan 4 heli Cougar dari Prancis, pesan 4 CN 235 ASW dari PT
DI. Tak ketinggalan juga menambah inventory tank amphibi dengan memesan kembali
56 unit BMP-3F dari Rusia.
Kekuatan lima
heli tempur serbu jenis MI35 dan 12 Mi17 buatan Rusia sudah hadir di skuadron
Penerbad. Kemudian pengadaan ratusan rudal QW3 untuk Marinir dan Paskhas,
pembelian rudal Exocet terbaru untuk 4 KRI Sigma, pembuatan 154 panser Pindad,
kerja sama pembuatan 44 panser Canon dengan Korsel, pengadaan rudal
antitank.
Perluasan pangkalan TNI AL di Padang, Tarakan, Kupang dan
Merauke sudah selesai, pembangunan pangkalan TNI AU di Tarakan untuk menampung
segala jenis pesawat tempur, penambahan puluhan batalyon infantri, mekanis,
marinir dan Paskhas, pembentukan divisi 3 Kostrad. Setidaknya ini yang
tampak di depan mata.
Pada 2010, program alutsista dipertajam dengan membangun
industri hankam dalam negeri dengan memberdayakan PT PAL, PT DI, Pindad, Lapan
dan industri alutsista swasta untuk menghasilkan produksi dalam negeri,
termasuk kerja sama dengan LN membangun alutsista di Tanah Air.
Senjata SS2, mortir, amunisi, bom Sukhoi, kapal cepat
rudal, kapal trimaran, kapal jenis LST, helikopter, pesawat angkut dan patroli
CN235, roket Lapan, panser Anoa adalah buah pemberdayaan industri alutsista
dalam negeri yang sudah menampakkan hasil. Kerja sama melalui transfer
teknologi dengan Korsel adalah 4 kapal LPD, dua dibuat di Korsel dan dua
lainnya di PAL Surabaya.
Demikian juga dengan pembuatan 40 panser Canon, separo di Korsel sisanya di
Pindad. Langkah berani Kemhan adalah melakukan terobosan besar di bawah
kepemimpinan Menhan Purnomo Yusgiantoro dengan melakukan kerja sama strategis
pembuatan pesawat tempur KFX bersama Korsel. Kualitas jet tempur ini di
atas F16 dan hasil kerja sama ini nantinya Indonesia akan menerima 50 unit jet
tempur generasi 4,5 dan bisa memproduksi sendiri.
Kerja Sama
Kemudian Kemhan juga meluncurkan pembuatan 10 kapal perang
jenis PKR kerja sama dengan Damen Schelde Belanda. Akhir tahun 2010 sudah
dimulai pengerjaannya dengan membuat 2 PKR Light Fregat. Perusahaan swasta
Lundin yang berlokasi di Banyuwangi sedang mempersiapkan beberapa kapal perang
jenis trimaran.
Galangan kapal swasta di Batam sudah menghasilkan 1 kapal
cepat rudal yaitu KRI Clurit dan sedang membuat beberapa KCR lainnya. Proyek
rudal strategis Lapan-Pindad sedang berjalan, bahkan Lapan-Pindad saat ini
sedang memproduksi massal ribuan roket Rhan setelah dilakukan uji tembak di
pusat latihan tempur Baturaja Sumatera Selatan beberapa waktu yang lalu.
Untuk jangka panjang, memproduksi alutsista buatan negeri
sendiri sesungguhnya memberikan nilai yang tinggi bagi generasi bangsa. Betapa
tidak, mereka yang diwarisi dengan industri hankam strategis akan merasa sangat
bangga bahwa tanah airnya yang bernama Indonesia sudah mampu memproduksi
pesawat angkut, pesawat tempur, helikopter, kapal perang, kapal selam, tank,
rudal dan lainnya. Kondisi ini akan memberikan semangat bertanah air yang
tinggi.
Ingat cara Soekarno membuat proyek bernilai nasionalis
tinggi, Masjid Istiqlal, Stadion Utama Gelora Bung Karno, Monas, Jembatan
Semanggi, Jembatan Ampera. Itu semua dibangun ketika ekonomi rakyat
berkategori sangat miskin, namun sekarang menjadi kebanggaan bangsa dan rakyat
kita.
Kita berharap pembangunan industri alutsista dalam negeri
ini berjalan konsisten, terpadu, terarah dan transparan tanpa benturan konflik
kepentingan.
Soalnya musuh terbesar dalam program ini adalah
ketidakkonsistenan itu sendiri dan intelijen makelar senjata yang selalu merayu
petinggi Kemhan dengan berbagai cara, dengan iming-iming komisi menggiurkan
untuk memakai alutsista buatan pabrik kapitalis ini dan itu.
Mudah-mudahan Menhan Purnomo yang enerjik, lincah dan berakal cerdik itu
bersama pengambil keputusan di Kemhan dan Mabes TNI mampu berjalan seiring,
seia sekata untuk menghasilkan alutsista strategis buatan anak bangsa,
mewariskan kehormatan dan kebanggaan pada generasi bangsa.